I'm your huckleberry

though i can't change the world, i can always change myself. btw: tolong bantu Panti Asuhan Bustanul Aitam (http://ulim-orphan.blogspot.com/ ). Bank BRI, Unit Meureudu, Cabang Sigli, Aceh, Indonesia// Account Number: 3970.01.002291.53-4// On behalf of: Yayasan Bustanul Aitam// Swift Code: BRINIDJA. Contact: Ilyas Ibrahim S.AG, mobile: +62-(0)81362672600

Sunday, December 18, 2005

media (melanjutkan) pembodohan masyarakat

media di indonesia sepertinya tidak lelah berusaha membuktikan bahwa mereka adalah garda terdepan bangsa dalam pembodohan masyarakat.

bersaing keras dengan lembaga2 pendidikan penjual ijazah, media di indonesia menyebarkan berbagai kebohongan, menjebak masyarakat yg umumnya kurang pendidikan dan lemah daya nalar, lalu berdiam diri ketika hal yg sebenarnya terbongkar.

demikian dalam kasus money game g cosmos, probest, anne ahira, dan roy suryo.

sbgmn diketahui, Anne Ahira menjadi top di media setelah kompas memunculkan profilnya (lihat: kompas1 & kompas2). lalu media lain (swa, cosmo, intisari, dll) menyusul kebodohan kompas. hanya majalah tempo yg berhati2 dlm menilai sukses anne ahira.

banyak teman2 netter coba mengingat media: dgn kirim surat pembaca, nimbrung di milis pantau (tempat orang media), dan via kampanye net. ada yg ekstrim (termasuk saya), ada yg lebih netral.

sayang masih banyak juga jadi korban. akhirnya, anne ahira & elite team menjadi "korban" juga, dlm artian: mesin penipuan mereka diputus oleh FFSI.

saya terus terang kecewa dgn cara berakhirnya riwayat anne ahira. saya lebih berharap perkembangan alami multi-level-marketing (mlm)/money game yg akan mengakhiri anne ahira. sehingga benar2 terbukti bahwa yg namanya mlm itu sama seperti usaha lain: satu direktur, beberapa wakil direktur, dan ribuan/jutaan karyawan. untuk money game malah: satu bos penipu, beberapa wakil bos penipu, ribuan/jutaan korban penipuan.

apa hendak dikata, skrg tinggal penyesalan bagi sebagian pengikutnya: Curhat Seorang Korban Money Game . yg lain maju terus dengan FFSI Indonesia.

ya sudah lah, yg berlalu biar lah berlalu, yg patah kan tumbuh, yg hilang kan berganti. maksudnya, pembodohan oleh media dan penipu ala g cosmos, probest, pt qsar, dan anne ahira masih akan terus ada disekitar kita.

eh…benar aja! namun sekarang beda isunya: bukan uang, tapi popularitas. di negri ini, media memang suka sekali dengan pernyataan kontroversial dari orang popular.

dari bidang ekonomi, lebih mudah saya memberikan contohnya. coba, pernah dengar kah nama Ari Kuncoro atau Sudarno Sumarto? saya yakin sangat sedikit mahasiswa/dosen ekonomi yg pernah dengar. Kalau ditanya siapa ekonom indonesia, pasti yg disebut nama2 popular yg sering muncul dikoran (tahu sendiri lah namanya).

ini lah beda ekonom di negara maju dengan negara terbelakang spt indonesia. di negara maju ekonom adalah orang2 peneliti bidang ekonomi yg punya publikasi di jurnal2 ilmiah. di indonesia, ekonom adalah orang yg berani asal komentar di media tanpa melakukan penelitian apa pun. biasa disebut pengamat, mirip pengangguran yg duduk di pinggir jalan dan suka mengamati yg lewat sambil ber-siut2.

hal yg sama berlaku bagi dunia informasi dan teknologi (IT). yg top ya roy suryo , yg sebenarnya tidak tahu apa2 mengenai IT. orang yg benar2 tahu dan kerja dibidang IT malah nggak top.

banyak teman2 dari IT yg keroyokan membongkar kebohongan roy. berhubung medan perang berbeda, maka tidak bisa dibilang siapa yg menang atau kalah. kalau di media konvensional (koran, radio, tv), jelas roy yg menang. di internet, bisa dibilang roy kalah.

namun baru2 ini medan perang itu terjadi di kedua tempat: konvesional (koran) dan internet. berbeda dengan perang2 yg sebelumnya, kali ini di kedua medan perang roy kalah telak.

dalam perang tersebut, lagi2 terlihat media di Indonesia sangat tidak bermutu. dengan adanya internet, sangat mudah mencari info perang roy vs priyadi (+ pasukan IT). tinggal google aja dikit atau kunjungi blog2 yg melawan roy. pasti dapat info yg cukup dan segera bisa dikonfirmasi untuk mengimbangi pernyataan roy. sayang media di indonesia lebih fokus pada popularitas (si roy) daripada isi masalah (IT) yg sedang dibicarakan.

media tidak pernah mau belajar dari kegagalan/kesalahan masa lalu, dan tetap bertahan pada prinsip bahwa popularitas jauh diatas segalanya. so it goes, in the land where stupidity is highly demanded, the stupidity rules the game.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home